Tribun Otomotif – Krisis Rare Earth kini menjadi momok baru bagi industri otomotif global. Elemen tanah jarang atau rare earth elements merupakan bahan penting dalam pembuatan motor listrik. Baterai kendaraan listrik (EV), hingga sistem pendorong berteknologi tinggi. Ketergantungan dunia terhadap China yang menguasai lebih dari 70 persen penambangan, 85 persen pemurnian, dan 90 persen produksi magnet serta aloy membuat situasi ini semakin genting. Dengan rencana pembatasan ekspor rare earth yang akan diberlakukan mulai 8 November 2025. Banyak negara dan produsen mobil terpaksa menyiapkan langkah darurat agar produksi kendaraan tidak lumpuh.

Ketergantungan Dunia pada China
Fakta bahwa China menjadi pemain dominan dalam rantai pasok rare earth bukan hal baru, namun dampaknya kini terasa lebih nyata. Hampir seluruh pabrikan besar otomotif bergantung pada pasokan bahan dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Begitu ada pembatasan ekspor, rantai produksi global akan terganggu mulai dari keterlambatan produksi hingga lonjakan biaya bahan baku. Krisis Rare Earth ini juga membuka mata banyak negara untuk mulai mencari alternatif sumber tambang lain di wilayah Afrika, Amerika Selatan, hingga Australia. Namun, pembangunan infrastruktur tambang baru memerlukan waktu dan biaya besar, sehingga solusi jangka pendek masih sulit diandalkan.

Strategi Produsen Otomotif Menghadapi Krisis Rare Earth
Menghadapi ancaman Krisis Rare Earth, sejumlah produsen mobil besar seperti Bosch dan Toyota Motor Corporation mulai menimbun persediaan bahan baku. Beberapa perusahaan juga mempercepat riset untuk mengembangkan teknologi motor listrik yang lebih hemat rare earth atau bahkan tanpa elemen tersebut sama sekali. Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang agar produksi tetap berjalan meski pasokan global terganggu. Selain itu, perusahaan otomotif juga mulai menjalin kemitraan dengan negara-negara penghasil rare earth baru guna mengamankan rantai pasok di masa depan.

Dampak bagi Masa Depan Kendaraan Listrik
Krisis Rare Earth bukan sekadar isu ekonomi, melainkan ancaman nyata terhadap masa depan kendaraan listrik dunia. Jika pasokan bahan baku terganggu, harga produksi mobil listrik bisa melonjak, yang pada akhirnya memengaruhi harga jual di pasar. Konsumen mungkin akan menunda pembelian, sementara pabrikan harus berinovasi agar tetap kompetitif. Meski banyak tantangan, situasi ini juga bisa menjadi momentum bagi dunia otomotif untuk mempercepat riset material alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dengan demikian, Krisis Rare Earth dapat menjadi titik balik menuju kemandirian teknologi di sektor otomotif global.